Sedjiwa Fest 2024: Abah Erza, Sosok 'Ideologis' Dibalik Sukses VOB
Imajinari.com - Dalam perjalanan panjang Voice of Baceprot (VoB), dari Banjarwangi, Garut, hingga melangkah ke panggung internasional, ada satu sosok yang menjadi pendorong besar di balik perjalanan ideologis mereka.
Dia adalah Abah Erza, guru Bimbingan Konseling (BK) yang tidak hanya memberi bimbingan akademis, tetapi juga menjadi teman yang memberikan perspektif baru bagi Marsya, Widi, dan Sitti.
Abah Erza telah menjadi katalisator yang membentuk mereka, baik sebagai musisi maupun individu yang memiliki kesadaran sosial yang tinggi.
Berikut adalah wawancara eksklusif kami dengan Abah Erza.
Abah, bisa ceritakan bagaimana awal mula perjalanan VOB dari Banjarwangi hingga akhirnya dikenal di luar negeri?
Abah Erza: Perjalanan mereka itu dimulai dari ketidakjelasan, dari stigma yang ada di sekolah.
Dulu, mereka sering dianggap anak nakal karena sering masuk ruang BK, dan ini menjadi awal mula kami menemukan potensi yang tak terlihat oleh banyak orang.
Sebagai guru BK, saya coba melihat mereka dari sisi lain. Saya melihat potensi mereka lebih dari sekadar nilai akademis.
Saya mulai mengenalkan mereka pada dunia seni—teater, musik—sebagai ruang ekspresi diri. Dari situ, mereka mulai membentuk diri mereka, berani tampil, dan mengekspresikan ide-ide mereka.
Beberapa penampilan mereka sempat viral, bahkan lebih dulu dikenal di Eropa sebelum akhirnya muncul di media nasional Indonesia.
Ini semua berkat kerja keras mereka yang tak kenal lelah, serta tim yang mendukung mereka.
VOB sering menyebut Abah sebagai sosok sahabat dalam perjalanan mereka. Apa makna hubungan ini bagi Abah?
Abah Erza: Buat saya, mereka bukan hanya murid, tapi juga sahabat. Dalam perspektif saya, hubungan yang sejati antara seorang guru dan murid adalah ketika ada rasa saling percaya.
Mereka bisa jujur tentang apa yang mereka rasakan, tanpa takut dihakimi.
Saya tidak melihat mereka hanya sebagai murid yang harus dididik, tetapi sebagai individu yang memiliki potensi untuk saling memengaruhi dan berkembang bersama.
Saya selalu berusaha menjadi teman yang bisa mereka andalkan, bukan hanya seorang pengajar yang memberi tahu apa yang benar dan salah.
Dengan cara ini, mereka merasa lebih bebas berekspresi dan mulai menyadari potensi besar yang mereka miliki.
VOB sangat kritis terhadap berbagai isu sosial dalam musik mereka. Apakah ini pengaruh dari Abah?
Abah Erza: Bisa dibilang, saya mencoba membimbing mereka untuk melihat dunia secara lebih luas dan berpikir kritis.
Saya memperkenalkan mereka pada buku-buku seperti karya Pramoedya Ananta Toer dan pemikir-pemikir kritis lainnya.
Saya percaya bahwa dengan membaca dan berdiskusi, mereka bisa membentuk pandangan sendiri terhadap dunia.
Namun, saya tidak pernah memberi mereka pandangan siap pakai. Saya lebih suka mereka mencari dan menggali pemikiran mereka sendiri.
Jadi, kritik sosial yang mereka bawa itu adalah buah dari proses panjang—dari pengalaman hidup, refleksi diri, dan tentunya hasil dari diskusi-diskusi kami.
Apa yang Abah rasakan ketika melihat VOB sekarang, dengan semua pencapaian yang sudah mereka raih?
Abah Erza: Saya merasa sangat bangga, tetapi saya juga merasa bahwa pencapaian mereka bukan akhir dari perjalanan.
Mereka tidak pernah berhenti untuk berkembang. VOB tidak hanya menjadi band, tetapi simbol perubahan.
Saya melihat mereka tidak hanya berkarya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk masyarakat, untuk dunia yang lebih baik.
Bagi saya, yang paling penting adalah mereka tetap konsisten dengan idealisme mereka.
Mereka tidak hanya sekadar mencari popularitas, tetapi mereka berusaha membuat musik yang punya pesan.
Mereka mengajarkan saya bahwa berani bermimpi itu penting, tapi yang lebih penting adalah berani menjalani mimpi tersebut dengan penuh komitmen.
Bagaimana Abah melihat potensi penerus VOB, terutama di Garut?
Abah Erza: Saya rasa Garut memiliki potensi besar, tetapi tantangannya adalah bagaimana mengembangkan potensi tersebut dalam konteks yang lebih luas.
Saya tidak pernah berpikir bahwa perjalanan VOB harus diulang oleh generasi berikutnya.
Setiap generasi memiliki tantangannya sendiri, dan setiap orang harus menemukan jalannya masing-masing.
Namun, yang saya yakini adalah bahwa potensi besar selalu ada di setiap generasi.
Mungkin tidak akan ada band seperti VOB yang sama persis, tetapi yang penting adalah generasi muda di Garut punya ruang untuk berekspresi.
Mereka perlu diberikan kebebasan untuk mengeksplorasi, berpikir kritis, dan berani menunjukkan diri mereka.
VOB adalah contoh bahwa apapun bisa terjadi jika kita berani berusaha dan berpikir di luar batas.
Apa pesan Abah untuk generasi muda di Garut?
Abah Erza: Jangan pernah merasa terkekang oleh lingkungan sekitar. Terkadang, kita dibatasi oleh norma-norma yang ada, tapi ingatlah bahwa kreativitas dan keberanian untuk bermimpi adalah kunci utama untuk membuka pintu-pintu baru.
Jangan takut untuk berbeda, jangan takut untuk mengungkapkan ide, dan jangan pernah berhenti mencari pengetahuan. Setiap langkah kecil yang kita ambil bisa menjadi cikal bakal perubahan besar. Seperti yang selalu saya katakan kepada VOB: “Jika kamu percaya pada dirimu, tidak ada yang tidak mungkin.”
---
Abah Erza bukan hanya guru bagi VOB, tetapi juga sahabat yang telah memberi mereka kebebasan untuk berpikir dan berkarya tanpa batas.
Melalui 'ajaran' dan bimbingannya, VOB tidak hanya menjadi band yang menghibur, tetapi juga menjadi agen perubahan yang menginspirasi banyak orang untuk berpikir lebih kritis dan berani mengambil langkah besar. (*)
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.